Dalam dunia pergitaran, kompresor kadang terkesan kurang mendapat perhatian dibandingkan efek-efek yang lain seperti distorsi, chorus, reverb, wah, dan sebagainya. Namun sebetulnya pemahaman yang benar dan aplikasi yang tepat atas kompresor akan sangat membantu dalam pencapaian tone yang diinginkan dan hasil audio yang berkualitas, baik saat rekaman di studio maupun live di panggung.
Pada dasarnya kompresor bukanlah efek yang mengubah karakter sinyal, tapi alat pengontrol volume dari sinyal yang pada kenyataannya, sering berfluktuasi. Dalam konteks yang lebih ilmiah, kompresor memperkecil dynamic range dari sinyal, atau mempersempit perbedaan antara volume terkeras dan volume terkecil. Dengan kata lain, kompresor adalah alat bantu (seperti juga dildo) untuk memperbaiki kualitas sinyal asli, bukan alat untuk mengubah sinyal asli menjadi sinyal baru dengan karakter yang sama sekali berbeda.
Mengapa kompresor?
Keterbatasan sebagai manusia menyebabkan gitaris tidak selalu bisa menjamin bahwa tingkat keras/ lembut petikan gitarnya – yang berpengaruh langsung terhadap volume sinyal gitar – akan terus konstan dari awal hingga akhir lagu, atau setidaknya petikan gitarnya tidak akan melampaui batas maksimum volume yang telah ditentukan (dalam decibel). Fenomena ini juga berlaku untuk musisi yang memainkan instrumen ‘manusiawi’ termasuk vokalis, drummer, violinis, pianis, dan banyak lagi, tapi tidak termasuk keyboardist.
Oleh sebab itu, volume sinyal gitar (dan sinyal instrumen 'manusiawi' lain pada umumnya) hampir selalu berfluktuasi – terkadang tinggi, terkadang rendah. Dan jangan lupa, volume yang terlalu tinggi akan menyebabkan distorsi.
Berikut ilustrasi dari sinyal gitar ritem yang dimainkan dalam keadaan normal (bukan diatur untuk keperluan artikel ini). Perhatikan bahwa sinyal berfluktuasi berkali-kali sehingga melampaui batas maksimum 0 db.